26. Fabel Kecil
"Ah," kata tikus, "dunia ini setiap hari semakin menciut. awalnya begitu luas, bahwa aku takut, aku jalan terus dan bahagia, akhirnya tampak di kejauhan tembok di kanan-kiri, tapi tembok panjang itu begitu lekas menutup, hingga aku berada di ruangan terakhir dan di situ di pojok yang aku lalui ada perangkap." "Kamu harus mengubah arah jalan," kata kucing dan memangsanya.
Judul Asli: Kleine Fabel
III. Cerita-Cerita dari karya warisan
(Sumber: Franz Kafka - Sämtliche Erzählungen)
Minggu, 19 Agustus 2012
Kumpulan Cerita-Cerita: Pohon-Pohon
Pohon-Pohon
Kemudian kita ini seperti
batang-batang pohon di salju. Tampak tergeletak mengkilat dan dengan
dorongan sedikit saja orang sudah bisa menggulingkannya. Bukan, orang
tak bisa melakukan, karena batang-batang itu tersangkut kuat dengan
tanah. Tapi tampaknya, bahkan ya hanya seperti itu.
*Judul Asli: Di Bäume
I. Buku yang sudah diterbitkan oleh penulis.
I. Buku yang sudah diterbitkan oleh penulis.
(Sumber: Franz Kafka:
Sämliche Erzählungen)
***
Kumpulan Cerita-Cerita: Desa Berikutnya
Desa
Berikutnya
Kakekku
berkepentingan menasihati: “Hidup ini anehnya pendek. Sekarang
segera perlu diingat untukku cepat-cepat mengemas bersama bahwa pada
hal yang jarang dipahami misalnya, bagaimana anak muda memutuskan
naik kuda hingga mencapai desa berikutnya, tanpa rasa takut dari
ramalan-ramalan kecelakaan yang berbahaya – kehidupan telah berlalu
dengan mulus, sehingga naik kuda ke tempat jauh seperti itu tak
kesampaian.“
*Judul Asli: Das nächste Dorf
I. Buku yang sudah diterbitkan oleh penulis.
(Sumber: Franz
Kafka – Sämliche Erzählungen)
Surat Kafka Kepada Oskar
Surat
Kafka Kepada Oskar
Sebuah buku harus
seperti kapak untuk membelah lautan beku dalam diri kita.
(27 Januari 1904)
Oskar yang budiman!
Kamu telah mengirim aku
sebuah surat tentang cinta: yang mungkin langsung dibalas atau sama
sekali tak akan dibalas, dan sekarang 14 hari telah berlalu, tanpa
aku membalas ke kamu, tentu saja itu tak bisa dimaafkan, namun aku
punya alasan. Pertama aku akan merenungkan dengan baik untuk membalas
surat kepada kamu, karena bagiku jawaban surat ini nanti lebih
penting dari surat lain untukmu – (sayangnya tak terjadi); dan
alasan kedua, karena aku telah membaca buku harian dari Hebbel (1800
halaman) di dalam kereta api, sebab dulu aku hanya menonton beberapa
drama pendek dari Hebbel, yang tak kusukai. Meskipun begitu aku
memulai dari awal lagi yang terkait dengan seluruh permainannya,
hingga aku punya keberanian seperti seorang penghuni gua, yang
pertama sebuah lelucon dan terhimpit di batu-batu sebuah gua, namun
batu-batu gua itu menjadikan gelap yang terisolasi dari udara,
kekusaman itu mencuat dan timbul rasa aneh untuk menggeser batunya.
Tapi sekarang daya tegangnya 10 kali lebih, sebelum pijar dan udara
datang lagi. Aku tak membawa pena di tangan ketika hari ini orang
meratapi sebuah kehidupan, yang tanpa celah lagi dan menanjak lebih
tinggi lagi, tinggi sehingga orang jarang mampu menjangkau dengan
lensa jarak jauh, tentu saja tak akan menenangkan. Tapi itu bagus,
jika orang mendapatkan luka menganga, sehingga akan menjadi perasa
pada setiap gigitan. Aku percaya, orang harus membaca buku sejenis
seperti itu yang bisa menggigit dan menyusup. Jika sebuah buku yang
kita baca tak membangkitkan pukulan tajam kepada sandaran kita, untuk
apa buku jenis itu dibaca? Hanya kerana agar bisa merasa bahagia
seperti yang kamu tulis? Ya. Tuhan, kebahagiaan itu juga ada walaupun
kita tak punya buku dan buku yang bisa membuat kita bahagia bisa
ditulis secara mendadak saja. Tapi kita perlu buku-buku yang
membangkitkan kita sebuah rasa tidak bahagia, yang menyayat kita,
yang seperti sebuah kematian terhadap orang lain yang lebih kita
cintai dari pada diri sendiri, seperti orang yang terlempar ke
belantara, enyah dari keramaian manusia, mirip bunuh diri, sebuah
buku harus seperti kapak yang membelah kebekuan lautan pada diri
kita. Itu yang kupikirkan.
Tapi kamu toh bahagia,
suratmu formal sekali, kupikir kamu dulu memaknai dengan buruk
terhadap ketidakbahagiaan, padahal itu alami adanya, di bawah
keteduhan tak ada cahaya. Namun aku ikut bersalah di dalam
kebahagiaanmu, kamu pikir tidak. Paling tidak: seorang yang bijak,
akan menularkan kebijakannya yang dimiliki yang datangnya bersama
dengan ketololan dan akan berputar sendiri, tapi tampaknya masalahnya
akan menjauh. Sekarang pembicaraan sudah selesai dan ketololan itu
akan pulang ke rumah, kan ia tinggalnya di pagupon merpati. Untuknya
apa yang menempel di leher, tercium dan teriak: terima kasih, terima
kasih, terima kasih, kenapa? Ketololan dari yang tolol begitu besar
dari yang ditunjukkan daripada kebijakan yang bijak.
Begitulah dariku,
sepertinya aku melakukan dengan tidak adil kepadamu dan aku harus
minta maaf. Tapi aku tahu tak ada ketidakadilan.
Frans Kamu
*Diterjemahkan oleh:
Sigit Susanto.
Langganan:
Postingan (Atom)