Sabtu, 27 Agustus 2016

Kata Penutup Novel Proses dari Max Brod







Pernyataannya terhadap karyanya sendiri dan setiap penerbitan, semakin aneh dan rumit, mirip dengan seluruh kehidupan Kafka yang kompleks. Masalahnya saat dia menjelaskan pengurusan dengan gamblang, kemudian dia mengukuhkan juga pada setiap karyanya yang sudah terlanjur diterbitkan sesuai permintaannya, harus dipertahankan. Tentu saja pernyataan seperti itu tidak bisa sama sekali dipakai sebagai pedoman. Setidaknya keputusan samar tersebut menuai hal-hal sebagai berikut:

Hampir semua karya Kafka yang sudah diterbitkan, aku pilih dalam daftar dengan pertimbangan seni. Harapannya agar tidak menimbulkan pertentangan, sebab di masa-masa hidupnya dia sering kali merasakan banyak keberuntungan (dia bilang bahwa tulisan-tulisannya hanyalah sebagai sebuah “kegiatan coreng-moreng”). Siapa saja yang semakin suntuk dan hanyut hanya pada sebagian kecil karya prosa Kafka, semakin tak akan menemukan sosok pelaku dengan ritme yang penuh gairah.

Tapi di balik karya-karya itu, bisa dengan cara mendengarkan bacaan, langsung terasa benar-benar ada gelora yang berapi-api. Meskipun begitu dia menolak mentah-mentah, motifnya berangkat dari pengalaman-pengalaman getir tertentu yang dia sabotase sendiri, sehingga mengarah pada karya yang bercorak nihilisme. Memang bebas, tapi kenyataannya, bahwa dia pada karyanya (Tentu tak perlu diungkapkan) berkadar religius yang paling tinggi. Meskipun penghindaran dari berbagai jenis kekacauan itu tak bisa dielakkan. Toh banyak dari karyanya diyakini merujuk pada alam, pada kesehatan jiwa yang sempurna, bisa sebagai terapi yang mujarab. Untuk Kafka tidak berarti pencariannya tentang diri sendiri dengan kekerasan hati yang ekstrem itu sesuai jalan yang tepat. Dan bagi dirinya sendiri tak ada lagi rujukan yang bisa diberikan.

Secara pribadi aku tandaskan, pernyataan Kafka yang negatif itu akan bermanfaat bagi karyanya. Dia sering kali mengatakan tentang “ketika menulis telah memberikan naskahnya pada tangan-tangan yang salah.” Selain itu dari karya-karyanya ada yang sama sekali tidak diterbitkan, proses selanjutnya untuk menjadi buku sangat membingungkan. Banyak rintangan yang sulit diatasi, sebelum dia menerbitkan satu buku. Bukan semakin sedikit dia menyelesaikan karya-karya yang cemerlang. Kadang-kadang karya-karya itu mendapat pujian yang membanggakan. 

Dan ada kalanya dia sendiri juga merasa lega melihat karyanya, bukan sama sekali tanpa sindiran, namun dengan cara sindiran yang lebih ramah. Dengan sebuah sindiran, motif di baliknya adalah keharuan yang kuat tanpa kenal kompromi terhadap usahanya yang keras secara diam-diam. Terhadap karya-karya warisan Franz Kafka tidak ditemukan sebuah testamen sebelumnya. Di meja tulisnya terselip di bawah tumpukan kertas-kertas lain yang saling terlipat, sebuah potongan kertas dengan tulisan tinta disertai alamat. Potongan kertas itu berbunyi:

Max yang terhormat, harapanku yang terakhir: Semua karya yang aku tinggalkan (termasuk yang ada di lemari buku, lemari pakaian, meja tulis, di rumah dan di kantor, atau di mana pun berada yang kamu rasa perlu), pada buku-buku harian, manuskrip-manuskrip, surat-surat, sketsa-sketsa gambar yang aneh maupun yang layak dan sebagainya yang kamu temukan, tak perlu dibaca dan jangan disisakan untuk dibakar. Sebab itu semua karya tulis maupun sketsa-sketsa gambar yang ada di tempatmu atau orang lain dengan namaku. Surat-surat yang masih terdapat di orang yang tidak mau memberikan kepadamu, paling tidak ia diwajibkan membakarnya sendiri.
Sahabatmu Franz Kafka.

Pencarian selanjutnya dilakukan dengan sangat teliti dan masih pula ditemukan secarik kertas kusam dan lama dengan tulisan pensil. Isinya sebagai berikut:
Max yang baik, kali ini mungkin aku tidak bisa bangun lagi. Radang paru-paru kambuh setelah sebulan menderita demam. Tak sekali pun aku mampu menulis. Akankah semua ini bisa bertahan, walau masih tersisa sebuah kekuatan. Dengan kondisi seperti ini, kemauanku yang terakhir aku tulis:
Terutama, apa yang telah aku hasilkan hanya berupa buku dengan judul: Keputusan, Tukang Pemanas, Metamorfosis, Koloni Hukuman, Dokter Desa. Dan Cerita Pendek: Seniman Lapar. (Beberapa eksemplar berjudul Meditasi, mohon dipertahankan. Aku tidak ingin menjadi beban siapapun. Tapi untuk diterbitkan ulang sama sekali dilarang). Jika aku bilang, bahwa itu berlaku untuk setiap 5 buku dan cerita pendek. 

Aku maksudkan bukan berarti , bahwa aku punya keinginan bahwa karya-karya itu boleh dicetak ulang di masa datang. Justru sebaliknya, harus semua dilenyapkan sesuai permintaanku yang sesungguhnya. Aku hanya menghindari, karena karya-karya itu pernah ada, tak seorangpun mengelaknya untuk memiliki. Jika orang tersebut berminat. Sebaliknya semua karya yang sudah kutulis (tulisan di koran, manuskrip atau surat-surat) tanpa kecuali, sejauh memungkinkan atau dengan meminta pada orang yang memilikinya (kebanyakan alamat-alamat pemilik tulisan itu kamu toh sudah mengetahui, yang utama diajak berunding tentang maksud ini..., jangan lupa beberapa majalah, yang telah....) – semua karya tersebut tanpa kecuali, yang paling suka kalau tidak dibaca (aku tidak menghalangi kamu untuk melihat kedalamannya, yang paling suka tentu kalau kamu tidak meninjau ke dalaman tersebut. Jika kamu tidak lakukan, maka jangan sampai ada orang lain melakukannya) – semua karya tersebut tanpa kecuali untuk dibakar, dan aku minta kalau bisa hal itu segera dilakukan.
Franz

Jika aku mengingkari dengan melakukan hal yang sebaliknya dari apa yang telah ditandaskan, maka aku telah mengambil langkah yang jahat dari apa yang telah diminta oleh kawanku. Di sini lah alasannya, kenapa aku melakukan tindakan penting itu. Beberapa orang telah membatalkan untuk mendiskusikannya secara terbuka. Dalam pandanganku, aku jelaskan agar keputusanku layak dipahami. Dasar utamanya: ketika aku tahun 1921 berpindah pekerjaan, aku katakan pada kawan-kawanku bahwa seandainya aku membuat testamen, apa yang aku minta pada mereka adalah untuk melenyapkan karya-karya, setelah diperiksa dan segera lakukan. Tentang hal ini kata Kafka dan sambil menunjukkan kepadaku secarik potongan kertas dengan tulisan tinta. Potongan kertas itu ditemukan di meja tulis yang di luarnya tertulis: “Testamenku sederhana saja akan memintamu untuk membakar semua karya yang ada.” Aku masih ingat sekali jawaban yang aku lontarkan, ”Jika kamu serius dan akan nekad menghendaki sesuatu seperti itu, aku bisa jawab sekarang, bahwa aku tidak akan mengabulkan permintaanmu itu.” 

Pembicaraan masalah ini diucapkan dengan nada kelakar, yang memang biasa kami lakukan. Meskipun secara diam-diam pembicaraan itu punya makna serius, dimana kami satu dengan yang lain saling berandai-andai. Dari penolakanku yang serius itu, Franz bisa saja melimpahkan testamennya pada orang lain, itu seandainya ia memang benar-benar menjadi permintaan yang terakhir.

Aku tidak berterima kasih padanya, karena aku dihadapkan pada masalah pelik yang tidak mengenakkan. Ia harus memprediksikan bagaimana dengan pemuja karyanya yang fanatik, kalau aku mengingkari setiap permintaan Franz. Selama 22 tahun persahabatan kami tidak pernah keruh (satu dengan yang lainnya) saling memberi umpan, tak pernah sepotong kertas kecil pun, kartu pos yang berasal dari Franz dibuang. – Bahwa “ketidakterimakasihku,” semoga jangan ditafsirkan dengan salah! Apa yang masih menjadi pertimbangan mengenai konflik tertentu terhadap persetujuan yang tiada akhir, aku berterima kasih kepada kawan-kawan yang benar-benar mendukung terhadap seluruh keberanian keputusanku!

Yang menjadi dasar pertimbangan selanjutnya: Perintah pada kertas dengan tulisan pensil dari Franz itu tidak disertai lanjutannya, seperti yang ia tekankan, bahwa bagian seperti Meditasi yang telah dicetak sebuah koran dan tiga novelet berikutnya yang sudah diterbitkan, termasuk Seniman Lapar dan naskah Pandai Besi yang sudah diserahkan ke penerbit. Kedua instruksi itu disampaikan pada tenggat waktu yang saling berjauhan, dimana kecenderungan autokritik dari kawan-kawanku sudah sampai di situ. Tak disangka, pada masa-masa akhir hayatnya dan seluruh kehidupannya berubah menjadi positif, baru serta bahagia. 

Meskipun ia mengusung kebencian pada diri sendiri dan nilai nihilisme. Keputusanku untuk menerbitkan Kata Penutup ini semata-mata untuk meringankan ingatan terhadap semua daya upaya yang pahit itu. Dengan demikian aku sudah cukup sering memaksa dan meminta setiap penerbitan dari karya-karya Kafka. Toh Kafka sesudah itu berdamai serta cukup puas. Pada akhirnya terperosok pada sejumlah motif penerbitan, misalnya, bisa membingungkan pada terbitan-terbitan berikutnya. Karya-karya tersebut akan menjadi bayangan dalam era kehidupannya yang muram. 

Bagi Kafka, karya-karyanya yang tidak diteribtikan akan sangat terkait dengan masalah perjalanan hidup penulisnya. (Sebuah masalah yang tak terukur lagi pahitnya, tapi sekarang tidak mengganggu lagi). Seperti dari banyak percakapan dari surat-surat yang ditujukan kepadaku sebelumnya: “Aku tidak lagi mempermasalahkan novel-novel itu. Mengapa harus mengungkit-ungkit masa lampau yang menjengkelkan itu? Hanya karena aku tidak membakar karya-karya itu sampai kini?...mudah-mudahan di masa datang akan terjadi. Di mana letak nilai seni yang `bahkan` dikerjakan dengan salah? Dalam hal ini orang hanya bisa berharap, semoga seluruh langkah-langkah ini akan dipahami. Bagaimana pun upaya naik-banding pada kasus ini, akan kuhadapi, meskipun aku dalam keadaan tak berdaya. Aku sadar, tidaklah mungkin bahwa dari pengadilan itu tidak akan timbul bantuan. Lalu apa yang bisa kulakukan mengurus masalah-masalah teknis ini? Akankah orang-orang tidak bisa membantuku dalam keterpurukan ini. Layak kah pengetahuan yang seharusnya dipertahankan?
Aku merasa sangat gembira, masih ada sisa-sisa karya yang tertinggal, juga terutama tawaran menerbitkan dari beberapa orang yang berhati mulia. 

Tapi aku memegang teguh prinsipku, apapun godaan indah yang ada di depan mata ini akan berbalik. Keputusan tentu saja bukan termasuk apa yang sampai sekarang mengemuka, melainkan satu-satunya dan secara tunggal bahwa warisan karya Kafka benar-benar dihargai tinggi. Bahkan dari karya-karya Kafka yang telah ditulisnya, yang tersisa itulah yang terbaik. Jujur saja, aku ikut bertanggung jawab bahwa karya-karya yang aku selamatkan mempunyai nilai etik dan sastra yang memadai. (Meskipun aku sendiri tanpa penyesalan telah mengingkari permintaan Kafka yang terakhir). Keputusanku sudah bulat, sangat yakin tidak akan menarik kembali.

Sayangnya Kafka sebelum meninggal telah berpesan menjadi bagian dari eksekutor dirinya sendiri. Di rumahnya aku temukan 10 buku tulis kwarto besar, tapi hanya sampulnya. Isinya sudah lenyap semua. Selanjutnya dia telah (aktif mengikuti berita) membakar beberapa buku catatan. Di rumahnya aku temukan hanya bundelnya (sekitar 200 aforisme tentang masalah-masalah agama), sebuah percobaan tulisan autobiografi, yang selama ini belum pernah dipublikasikan. Sekarang ini aku mengamankan tumpukan kertas yang tidak acak-acakan. Aku harapkan, di antara tumpukan kertas tersebut kadang ditemukan sebuah karya yang sudah selesai atau mendekati selesai. Akhirnya aku temukan sebuah novelet tentang binatang (yang belum selesai) dan sebuah buku berisi sketsa-sketsa.

Bagian terpenting dari warisan karya-karyanya telah ia selamatkan lewat penarikan kembali atas kemarahannya sebagai penulis. Karya-karya tersebut ada tiga, antara lain Tukang Pemanas (Der Heizer), yang sudah dimuat pada bab pertama dan terakhir dalam novel berjudul Amerika (Amerika). Oleh karenanya tidak ada lagi terlihat ada kekosongan yang menonjol.
0o0

Tel Aviv, 1946 Max Brod

(Sigit Susanto)


Tidak ada komentar: