Jumat, 21 Desember 2007

Proses menerjemahkan Proses - Bosan, tapi Senang

Pertama kali aku mengenal Kafka dari terjemahan Metamorfosis-nya Kang Eka Kurniawan yang dipajang pada website bumimanusia tahun 2001. Kepenasaranku melonjak, pada Agustus 2001, aku bertandang ke rumah kelahiran dan makam Kafka di Praha. Dari situ aku mulai sedikit berhasrat koleksi karya-karyanya. Aku coba terjemahkan untuk keperluan sendiri dua cerpennya, Di Depan Hukum (Vor dem Gesetz) dan Pemburu Gracchus (Der Jäger Gracchus).

Pelan-pelan aku mulai tahu, ternyata karya Kafka banyak diperdebatkan dalam setiap diskusi sastra Jerman. Baik pembicaraan sastra di TV maupun di media cetak, Kafka sering disinggung. Adakalanya disebut punya kesamaan dengan penyair klasik Jerman, Heinrich von Kleist. Bahkan tahun 1950-an, ada istilah “Kafka-Mode.“ Banyak penulis muda ingin meniru model Kafka. Berangsur-angsur Kafka menjadi sebuah adjektif. Barangsiapa bereksperimen dengan gaya Kafka, akan dijuluki bergaya, kafkaesken. Tercatat sekitar 160-an analisis.

Setelah baca beberapa cerpennya dan Trilogi Novelnya, Puri (Das Schloss), Amerika, dan Proses (Der Prozess), memberanikan diri untuk mencoba terjemahkan Proses (Der Prozess). Baru sampai 2 bab, langsung terhenti. Awal tahun 2006 Kang Akmal N. Basral mencanangkan dua usulan, agar Apsas punya proyek karya sendiri. Pertama, apresiasi prosa khusus Sri Kandi Apsas, akhirnya berhasil diterbitkan oleh Akoer, Juni 2006 dengan judul Selasar Kenangan. Kedua, terjemahan novel Kafka berjudul Der Prozess, yang akan aku kerjakan.

Dari Kata ke Kata


Sungguh aku bukan penerjemah yang profesional dan efektif. Bagaimana tidak, naskah setebal 193 halaman itu aku terjemahkan “dari kata ke kata.“ Dengan keterbatasan bahasa Jermanku, maka sehari aku hanya mampu nerjemahkan 1-2 halaman. Selebihnya kepayahan. Kesulitanku terbesar untuk merangkai kalimat-kalimat yang panjang dan berjibun koma. Seperti kita tahu, tata bahasa Jerman, luar biasa sulit. Sebuah kalimat belum bisa dimengerti sebelum kita baca sampai pada kata paling akhir. Susunan kalimatnya, bukan aku akan pergi ke sekolah, tapi aku akan ke sekolah pergi (Ich will zur Schule gehen). Kesulitan yang lain, untuk membedakan mana yang sebagai objek penderita (Akkusativ) dan objek penyerta (Dativ). Sulit ditebak, siapa bicara dengan siapa? Tak heran, barusan ada kritik dari pembaca Jerman atas “Saman” di mana perspektif subjek dalam bahasa Indonesia, kadang tidak jelas.

Kosa-kata yang dipakai Kafka juga ada beberapa yang termasuk bahasa Jerman kuno, yang tidak ditemui di kamusku. Misal, kata Otomana. Kalau sudah begitu, aku bertanya pada forum diskusi sastra Jerman di internet. Ternyata aku nemukan jawaban dari sana, Otomana adalah sofa khas Turki. Karena Kafka seorang doktor ilmu hukum, novel ini juga sering diselipkan istilah hukum. Ada istilah Gefängnis Kaplan, ini aku sama sekali tidak tahu. Untungnya punya kenalan Birgit Lattenkamp di Hamburg. Kebetulan dia lagi nerjemahkan Tarian Bumi-nya Oka Rusmini menjadi Erdentanz. Birgit kasih tahu, kalau Gefängnis Kaplan adalah pendeta yang suka mendatangi penjara. Kadang Birgit juga minta bantuan aku, tuk mengartikan istilah yang dipakai Oka. Tersenyum juga, dengan pertanyaan yang tidak dimengerti olehnya. Mungkin juga dia tersenyum, saat kutanya hal sulit bagiku, tapi hal mudah bagi dia. Birgit pernah tanya, apa maksudnya ….bagi kasta Barhmana tidak boleh makan nasi sisa? Birgit maksudkan, nasi sisa adalah nasi yang habis dimakan orang lain. Padahal dalam konteks mitologi Hindu, nasi sisa, bisa pula nasi yang masih kebul-kebul, tapi cara mengambilnya, orang yang berkasta Brahmana tidak boleh belakangan, harus didahulukan. Sebab itu bila orang Brahmana mengambil nasi belakangan, setelah orang lain yang berkasta rendahan, bisa disebut nasi sisa. Sisa lebih mengacu ke arti hirarkis-feodalis, bukan sisa nasi habis dimakan orang lain secara transparan.

Suatu kali Birgit mengirim tulisan dari internet yang menyatakan, bahwa karya Kafka dianggap heiligtum (disucikan). Sebab saat Kafka nulis belum selesai. Kemungkinan salah diedit oleh kawannya Max Brod. Beberapa penerbit karya Kafka di Jerman bersepakat, tidak berani mengubah dibiarkan apa adanya dengan kesalahan itu, biar otentik. Sebab itu terjemahanku, aku tulis apa adanya seperti pada teks aslinya, yakni tidak ada pembuka paragraf yang menjorok ke dalam. Pada terjemahn ini aku beri catatan:


Catatan dari Penerjemah:

*Frau artinya nyonya, *Fräulein artinya nona. Pada teks ini terdapat dua tokoh perempuan yang berbeda, yakni Frau Grubach (Nyonya Grubah) dan Fräulein Bürstner (Nona Bürstner). Memahami teks Kafka banyak bersinggungan dengan dunia simbol. Kafka pernah tiga kali gagal bertunangan dengan perempuan yang sama bernama Felice Bauer. Sosok Felice Bauer sangat besar pengaruhnya pada novel ini dan karya lainnya. Nama Felice Bauer dengan inisial FB, sepadan dengan tokoh bernama Fräulein Bürstner (FB). Bila panggilan Fräulein diganti dengan nona, berarti akan menghasilkan inisial NB (Nona Bürstner). Sebab itulah dipertahankan panggilan aslinya Fräulein Bürstner dengan tujuan mempertahankan persamaan inisial FB untuk Felice Bauer. Adapun panggilan untuk Frau (Nyonya) Grubach, semata-mata menyeimbangkan atas penggunaan panggilan Fräulein.

Kadang kala aku bertanya pula pada istri, namun jawabnya sering,…tahu novel sulit, kamu terjemahkan. Cara lain mengatasi kesulitan, aku membeli terjemahannya yang bahasa Inggris The Trial. Ada dua yang kubeli, terbitan Penguin dan Vintage. Dua terjemahan itu kadang aku pakai sebagai pembanding. Terutama kalau aku nemukan kalimat yang rumit. Terbitan Vintage ini diterjemahkan oleh Edwin Muir. Pada bukunya J.M. Coetzee Stranger Shores disebutkan, bahwa Muir inilah penerjemah karya Kafka pertama ke dalam bahasa Inggris. Muir mengakui, pembacanya yang berakar budaya anglo-saxon tidak paham gaya tulisan Kafka. Tapi Muir nekad, begitulah dia memperkenalkan karya yang otentik. Muir menilai, bahwa ritme tulisan Kafka seperti catatan perjalanan. Bergerak dari hitungan menit ke menit.

Masih penasaran, agar terjemahanku tidak terlalu meleset jauh dari teks aslinya, untung pada TV Jerman sering ditayangkan film-filmnya Kafka. Novel Proses ini aku sudah tonton 4 kali. Aku teliti dari adegan ke adegan, apakah sang tokoh naik mobil atau kereta di zaman dulu? Film hitam putih yang terkesan seperti film horor itu, punya ending yang berbeda. Pada novel tokoh Josef K mati ditusuk pisau, sedang dalam film tokoh tersebut dibunuh dengan alat peledak. Mungkin ini untuk mengelabuhi penonton agar tidak terkesan brutal.

Du: Kamu, Sie: Anda

Mungkin salah satu kelebihan menerjemahkan naskah dari bahasa Jerman ke bahasa Indonesia adalah faktor subjek. Dalam bahasa Jerman, penggunaan subjek hirarkis seperti di bahasa Indonesia.

Misal: Du untuk Kamu dan Sie untuk Anda. Nah, dalam terjemahan Proses ini, tokoh Josef K memanggil Leni, (pembantu pengacara) memakai Sie (Anda). Sedang Josef K bicara dengan pamannya bilang Du (Kamu). Gaya Kafka memang agak aneh. Sesama anak muda Josef K tetap panggil Sie (Anda).

Bahasa Jerman tidak sedemokratis bahasa Inggris. Di mana subjek: You, bisa dipakai untuk Kamu atau Anda. Sebab itu bila naskah bahasa Jerman diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, lalu ke bahasa Indonesia, kemungkinan akan main tebak-tebak tebu, dengan subjek You.

Akhirnya terjemahan itu bisa kutamatkan. Meskipun rasa bosan sering timbul, setiap kali menemui kata sulit dan rangkaian yang rumit, tapi bagiku tetap menyenangkan. Paling pokok adalah sebagai upaya belajar yang murah. Kadang aku berpikir, menerjemahkan karya seperti membaca karya 10 kali. Di samping itu aku bisa mulai tahu kosa kata yang sering dipakai Kafka, misal: jendela, lilin, gelap, foto. Empat kata itu juga muncul di karya-karyanya yang lain. Meskipun terjemahan itu belum jadi buku, ada rasa puas. Menurut informasi, Goethe-Institut ikut peduli membantu terjemahan dari karya bahasa Jerman ke bahasa kita. Entah apa langkah itu juga dilakukan British Council dan Alliance France? Sekarang aku sudah mulai lagi dengan nerjemahkan karya Kafka berjudul Surat untuk Ayah (Brief an den Vater).

-oOo-

4 komentar:

udin mengatakan...

kang Sigit, terjemahannya "proses" ini sekarang sudah jadi buku belum sekarang? di mana aku bisa membelinya?

membaca blog sampeyan tentang Kafka ini membuatku kesengsem sama idola sampeyan ini. apa buku2 kafka koleksi sampayan ada yang ditinggal di Boja. aku mau pinjam untuk dibaca2.

salam hangat,

Udin cah Kangkung, Kendal

tio mengatakan...

Bahasa Jerman = Sulit? Setuju... Puyeng nerjemahin bahasa jerman. selain banyak komanya, artikelnya itu lho... Haduh...!!!

pembacakafka mengatakan...

udin,

dah kau ambil kan karya kafka di perpustku.

tio,
ya benar bahasa jerman sulit, apalagi teksnya kafka, tapi bagiku itu justru tantangan.

salam kafkology

Unknown mengatakan...

Selamat sore, mas.
Saya Nur Shafa Nadhilah, mahasiswa program studi jerman UI. Saya akan menulis skripsi mengenai karya Kafka Der Process yang diapatasi dalam bentuk novel grafis. Saya baca tulisan anda dan mengetahui bahwa anda sudah menerjemahkan "Der Process" ke dalam bahasa Indonesia. Dimana saya bisa membelinya atau mungkinkah saya bisa melihat hasil terjemahan anda?

Saya butuh untuk memperdala pemahaman saya mengenai alur ceritanya.
Jika bisa, tolong beri kabar ke email saya nurshafanadhilah@gmail.com

Terima kasih banyak. Saya tunggu dengan sangat responnya.