Kamis, 13 Desember 2012

Bagaimana Kafka Menutup Sebuah Cerita


 

Ketika Franz Kafka beristirahat karena penyakit tuberkulosis (TBC) di pantai Ostsee, ia bertemu gadis bernama Dora Diamant yang sedang mengasuh anak-anak. Dari pertemuan tersebut, mereka saling jatuh cinta dan bersepakat akan hidup bersama di Berlin.



Di Berlin Kafka dan Dora Diamant berjalan-jalan di sebuah taman. Di situ ada anak kecil yang sedang menangis karena kehilangan bonekanya. Anak kecil itu bernama Katharina dengan panggilan Katja. Sedang boneka yang hilang itu bernama Mia.



Bocah berusia enam atau tujuh tahun ini tampak gusar, karena bonekanya dicari ke sana kemari tak ditemukan. Melihat kejadian itu, secara spontan Kafka berlutut di depan bocah itu sembari berfantasi, “Aku tahu di mana boneka itu berada. Boneka itu mengirim surat kepadaku lewat pos kemarin. Tulisannya agak sulit dibaca. Jika kamu mau, besok suratnya kukasihkan kamu di sini.“



Di luar dugaan, gadis kecil itu berhenti menangis dan mulai percaya apa yang dikatakan Kafka. Sejak itu Kafka meluangkan waktu selama empat minggu untuk melanjutkan fantasinya sendiri menulis surat imajiner. Isi surat itu disebutkan,

... boneka Mia itu dari taman berjalan menuju ke stasiun. Di stasiun kereta api, dia tak punya uang. Untungnya ada anak muda yang menolong membelikan tiket kereta api. Mia akhirnya berada di pantai selama beberapa hari. Namun di pantai pun ia anggap membosankan. Si Mia ingin pergi ke seberang samudra. Datanglah sebuah kapal dan ia naik kapal pada waktu malam. Mia inginnya akan pergi ke Amerika. Sayangnya, kapalnya hanya mendarat sampai di Afrika.



Begitulah isi tiga pucuk surat tentang petualangan si Mia hingga berlabuh di Afrika. Kafka lagi-lagi berada di taman menunggu bocah Katja yang baru pulang dari sekolah. Ia masih belum bisa baca tulisan. Namun Kafka menuliskan,

...Mia juga senang bepergian, namun nanti pada perayaan natal ia ingin pulang.



Setelah surat yang kesekian kali, Kafka mulai sibuk menulis tema lain, seperti buku harian, surat untuk Max Brod, novel dan coret-coretan lain, itu terjadi tahun 1923 di Berlin.



Katja merespon atas surat-surat itu kepada Kafka,...

....jika Mia lebih suka tinggal di Afrika, lalu bagaimana?



Kafka menjawab,

...Mia telah jatuh cinta dengan seorang pangeran di Afrika yang tempatnya sangat jauh. Tak apa, selama mereka saling bahagia.



Katja tanya lagi:

...apakah dia lebih mencintai pangerannya atau aku?



Katja setengah ragu untuk mengetahui kebenarannya, bersamaan dengan itu ia mulai meneteskan air mata. Perlahan-lahan ia sudah mulai menurut, ia ikut terlibat emosi, toh di Afrika juga ada pangeran.



Beberapa hari kemudian, kisah detil ini tetap diingat oleh Katja. Kafka melanjutkan suratnya yang menyebut,

.....bahwa si Mia selama 24 jam berpikir keras dan diputuskan akan kawin dengan pangeran Afrika.



Bagaimana menutup kisah boneka imajiner ini?

Terjadi dua perbedaan pandangan, antara Kafka dan Dora.

Dora menghendaki, agar cerita surat ini lekas selesai,

maka lebih baik beli saja boneka baru dan diberikan ke Katja sambil dijelaskan bahwa sekarang Mia sudah berubah menjadi tua, karena perjalanan panjangnya, tapi tetap bernama Mia.



Kafka sebaliknya, ia ingin dalam menutup kisah ini ada sebuah pembelajaran, maka Kafka menulis surat penutup,

....aku sangat bahagia. Seandainya aku saat ikut Katja dulu diurus dengan lebih baik, tak mungkin aku akan berkenalan dengan pangeran, tapi hikmahnya baik juga, kalau kamu (Katja) tidak merawatku dengan hati-hati atau sebaiknya tidak?





Dengan kata lain Kafka akan bilang secara paralel dengan kehidupan pribadinya,...jika aku beberapa tahun sebelumnya tak terserang tuberkulosis (TBC), kemungkinan besar sekarang aku tidak berada di Berlin bersamamu (Dora). Itu hikmahnya, bahwa tuberkulosis (TBC) atau sebaiknya tidak?



(Sigit Susanto)



(Sumber: Michael Kumpfmüller: Die Herrlichkeit des Lebens, hal:100, 101,102,103)




Tidak ada komentar: